Selasa, 15 Maret 2011

KMKM~First Encounter (2nd kiss)


a/n: Kill Me Kiss Me adlh salah satu ff series yang mew publish d fanfiction.net. Pada waktu nulisdi word. mew banyak masukin pic, tapi semua lenyap waktu dimasukin ke fanfiction.net. Jadi mew masukkan cerita dan picnya sekalian di blog mew~ Yay~ akhirnya gambarnya bisa dipajang.
Tema awal dari KILL ME KISS ME adalah Reverse. Jadi mew membalik peran tokoh (tukaran) dan sifat/kecerdasan mereka serta porsi tampil. Sudah bisa menebak dengan siapa saja Matt dan Mello bertukar peran?
Sementara, mereka tinggal di Chicago, ibukota Illinois, di dekat North side Chinatown. Oh ya untuk petujuk membaca tulisan yang di italic:
Tulisan Tulisan : kejadian yang terjadi di masa lalu atau ada dalam pikiran.
"Bla Bla Bla" : Kata-kata dalam hati
Okay... selamat membaca KMKM 2nd kiss
Kill Me Kiss Me
~First Encounter~
 
2nd  Kiss
25 Desember, pukul 03.23
Buka Pintu, Matt!!” teriakan gadis bertubuh mungil jadi latar saat pintu apartemen dihajar berkali-kali hingga nyaris lepas dari engselnya. Gadis berwajah asia dengan rambut pirang tergerai hingga pundaknya itu mulai kehabisan kesabaran. Setelah 10 menit mengetok, meninju bahkan menendang pintu, dia sama sekali tak dapat jawaban, justru wajah putihnya berubah pucat karena mendapatkan rasa dingin.
Gadis berpakaian gothic Lolita serba hitam itu meletakkan bungkusan yang dibawanya, menyingsingkan lengan gaun yang penuh renda, bersiap mendobrak pintu. Tapi sebelum pintu malang itu menemui ajal, sang pemilik kamar berhasil menyelamatkannya. Tentu saja dengan membuka pintu dan menunjukkan kepalanya yang basah.
 “Bisa pakai Bel?! Aku habis mandi!”pemuda itu memaki sambil mengeringkan rambut merahnya, kaos tebal lengan panjang dengan motif garis-garis horizontal bewarna merah hitam yang dikenakannya ikut basah. Handuk tersampir di pundaknya.
“Mandi tengah malam? Di musim dingin?” gadis itu masuk begitu saja tanpa dipersilahkan setelah menyingkirkan tubuh pemuda bernama Matt itu dari pintu. Dia menyingkirkan keping dvd buku dan game yang memenuhi lantai kamar dengan kakinya, membuat ruang kosong untuknya duduk. “Memang apa yang kau lakukan?” dia memberikan tatapan curiga pada Matt.
Matt tak menjawab. Lebih tepatnya tak dapat menjawab.
Mana mungkin aku menjawabnya. Aku mandi untuk menghilangkan bau kematian dari tubuhku. Menghilangkan bekas darah dari orang yang baru saja kubunuh. Tidak, dia bukan orang, dia adalah sampah dunia. Seharusnya semua berjalan sempurna kalau saja mereka tidak datang. Sejenak Matt larut dalam pikirannya, lalu kembali pada gadis yang dengan seenaknya mengeluarkan sekerat bir dari dalam kulkas. “Terserah apa yang mau aku lakukan dikamarku sendiri kan?!”
Gadis manis berdada besar itu tak mengomentari pertanyaan balik Matt, hanya melihat berkeliling kamar dengan perasaan rindu.
Pintu kamar mandi kehijauan karena lumut, sebaliknya pintu keluar berwarna cerah karena selalu terkena cahaya matahari dari jendela disebrangnya yang kini tertutup rapat dengan genangan kecil air dibawahnya. Begitu pula mesin cuci di dekat kamar mandi. Dan bicara soal cuci, piring dan gelas membentuk piramida tak beraturan, berada di atas kompor gas yang mengeluarkan cairan coklat pekat dan dikerubungi lalat.tentu saja, tak dicuci entah berapa lama.
Cd game dan program terserak di segala penjuru, sebuah notebook menyala di sudut ruangan terhubung ke kotak hitam yang dipenuhi kabel aneka warna dan antena aneka rupa-salah satu sampah futuristic buatan Matt,pikirnya. GBA, PSP, nitendo Wii, PS3, gamecube, X-BOX dan puluhan console yang namanya asing bertumpuk membentuk gunung di sudut kamar, tepat disamping tv plasma buatan sendiri dan di seberangnya ada tempat… sampah? Bukan itu bukan tempat sampah, (walau dipenuhi pakaian kotor berjamur, sampah kertas, bungkus snack, buku-buku dan kertas-kertas penuh angka), ukurannya menunjukkan itu tempat tidur.
Gadis berambut pirang itu berniat untuk mengomentari betapa hancurnya kamar yang tak dilihatnya selama seminggu. Tapi karena tidak menemukan kata yang tepat, akhirnya dia menanyakan hal lain.“Matt, tadi kau kemana?”
“Aku seharian di kamar, mengerjakan program Go untuk Akira Touya”Matt mendekati gadis yang kini sudah duduk santai di lantai berkarpet hijau. Gadis itu membuka bungkusan yang dibawa dan mengeluarkan isinya. Secetak blackforest berhias krim putih-merah dan dua kotak lilin kecil. “Kau sendiri, apa urusanmu disini Misa?”
Gadis bernama Misa mengangkat wajahnya dan memberikan tatapan penuh api amarah pada Matt. “Ini malam natal dan kau tanya apa urusanku?” Misa mendekatkan wajahnya pada Matt.
Matt berusaha menjauhkan wajahnya, tapi kedua telapak tangan Misa terlebih dulu menangkap pipinya. “Kau lupa ya Matt?” Misa memberikan seringai setan betina. Misa menjauhkan kepalanya sedikit lalu menghantamkan kepalanya ke kepala Matt. “ADIK DURHAKA!”.
Matt memegangi keningnya yang benjol dan mengusir kunang-kunang dari pandanganya. “Sakiiitt” Dia tak pernah belajar dari pengalaman untuk tidak menentang kakaknya yang memegang ban hitam karate. “Mana mungkin aku lupa, Ini hari ulang tahunmu. Lalu apa yang dilakukan oleh” Matt melirik ke arah jam dinding “Perempuan 18 tahun 3 jam dan 28 menit ini di kamar adiknya? Memangnya kau tidak punya pacar dari klub hostestmu? Habiskan saja malammu bersama mereka!” omel Matt sembari duduk bersandar pada tempat (sampah) tidur, duduk di depan Misa, menghadap cake yang kini sedang ditusukkan lilin di atasnya.
“Diam kau bocah tengik! Aku menolak 5000 dolar hanya untuk menemanimu” Misa memberikan lirikan berterimakasihlah padaku pada Matt yang mencibir. “Bercermin sana! Jangankan pacar,temanpun kau tak punya!”omel Misa sambil terus menusukkan llilin.
“Aku punya banyak teman di dunia maya” Matt memberikan tatapan aku nggak kalah popular dan segera menyambungkan “Aku juga punya Toph, Katara, Yue, Pearl, Puff, Sandy,Sponge-“ Misa memasukkan lilin ke dalam mulut Matt. Membungkam mulut adiknya dari menyebut nama yang sangat akrab di telinganya.
“Program buatanmu itu bukan pacar!” Misa menusukkan lilin ke-17 di atas cake dan mengeluarkan rentetan makian yang tak akan diucapkan oleh kakak manapun di dunia ini. Makian yang bisa membuat adik manapun bunuh diri saking sakit hatinya. Kecuali Matt tentu saja.
“Uhuk!”Matt yang baru saja berkumur-kumur untuk membersihkan mulutnya dari lilin tersedak. “Makianmu selalu up to date ya,Misa… kalau pria-pria di klub tahu sifat asllimu, mereka pasti menangis darah” Matt memungut lilin yang pernah mendekam dalam mulutnya. “Dan teman-temanmu akan lari ketakutan tanpa menoleh ke belakang”
Misa menusukkan lilin terakhir lalu menatap Matt dengan mata besarnya yang dipenuhi kepolosan, memasang pose manis nan manja. “Kyaaa~ Matt-kun jahat deh” keluarlah suara imut ala anak kecil dan pose gadis manis yang membuat Misa jadi hostest terbaik 2 tahun berturut-turut. “Misa ngga gitu kok.Kalau Misa-Misa di benci sama teman-teman, Misa nanti bisa jadi sediiihhh, pokoknya sediiiiiiihhhh banget! Dan kalau sampai paman-paman pelanggan Misa mati karena kebanyakan nangis darah…”Misa merengut, wajahnya tersipu-sipu. “Misa cekik Matt-kun sampai mati lhoooo…”ditutup dengan kerdipan mata yang genit.
Semua rambut di permukaan tubuh Matt berdiri. Yang ada di hadapannya lebih mengerikan dari setan Jepang manapun yang pernah dia tonton. “Berhenti sok imut! You freak me out, bitch!”Matt melempar lilin di tangannya ke arah Misa. Misa langsung membalas melempar kursi ke kepala Matt. “Matt-kun ngga boleh memaki kakak seperti ituuu. Dasar gunsou~”
“Sialan itu kuso, gunsou itu sersan
Ah, Cuma salah sedikit kok”
“Salahnya banyak tahu!” Matt memegangi kepalanya yang benjol dan merasa déjà vu. Ya, dia selalu melakukannya, memperbaiki kata-kata bahasa Jepang Misa yang hancur berantakan.  “Aww.. kau mau menghancurkan kepalaku ya?!”
Misa tertawa demi melihat Matt meringis kesakitan. Matt selalu jadi adik kecilnya, tak peduli berapapun usia Matt, seaneh apapun tingkah Matt, tak peduli dia seorang otaku techno genius, tak peduli dia telah jadi lelaki mandiri, tak peduli meski kini Matt tidak lagi menggigil dalam pelukannya seperti 7 tahun yang lalu-
“DEGG!!”
Kedua tangan Misa terkepal keras, wajahnya memucat,keringat dingin memenuhi keningnya. 7 tahun yang lalu, di dalam lemari yang sempit dan gelap, Matt berada dalam pelukannya gemetar penuh ketakutan,di antara celah pintu dia melihat neraka kehidupan. Dia melihat kenangan terburuk dalam hidupnya.
“Misa!” Matt mengguncang pundak Misa yang gemetar. Misa tak menjawab, tetap menunduk, menyembunyikan wajahnya di balik rambut. “Kau kenapa Misa?” kekhawatiran terdengar dalam suara Matt.
“Api…” desis Misa nyaris tak terdengar. Misa mengangkat perlahan wajahnya, guratan takut,sedih dan trauma telah lenyap dari sana. Berganti senyum usil. “AKU BUTUH API, BRENGSEK!!” teriak Misa tepat di telinga Matt. “untuk menyalakan lilin” tambah Misa dengan suara manis.
“Bi---!“ Maki Matt setengah hati. Tangan kanannya memegangi telinga yang berdegung, sementara tangan kirinya berusaha melindungi diri dari kursi yang dilemparkan Misa (lagi).
Matt berjalan menjauhi Misa menuju mantel tebal hitam yang tergantung di dinding. Tangan kirinya mencari-cari pematik api di sakunya. “Eh?”Matt mengabaikan dengung di telinga dan menggunakan kedua tangan untuk meraba-raba seluruh saku. Dia tak menemukannya.
“Ada apa Matt?”Misa mengamati Matt yang kini melompati buku dan cd yang bertebaran menuju mesin cuci. Dia mengeluarkan celana panjang yang masih basah dan kembali memeriksa sakunya.
“Tidak ada” gumam Matt sembari menggigiti ujung kukunya, gelisah. “Pematik itu,dimana?” Matt memacu otaknya mengingat. Satu kemungkinan memberi kejutan ke jantungnya. Dingin merayapi ujung-ujung jari menuju ke wajahnya.”Jangan-jangan…”
25 desember 06.06
“Aizawa, apa bagusnya benda yang dipegang Mello?”Tanya Matsuda pada Aizawa yang langsung mengangkat kedua bahunya, tidak tahu. Dia menguap lebar lalu menjatuhkan kepalanya ke atas meja panjang di tengah ruangan markas mereka. “Aku sudah dua hari ini tidak tidur untuk menemaninya, padahal sudah giliran denganmu. Ah sial! Seharusnya aku ikut yang lain menghabiskan malam natal di Vegas” Matsuda meratapi nasib sialnya.
“Kau tak akan diizinkan ikut” Aizawa membuka kaleng kopi yang ke-23.  Kau itukan makhluk paling sial kalau soal judi. Dia meneguk kopi langsung dari kaleng, sementara matanya melirik, memperhatikan Mello yang berkutat di balik meja kerjanya.
Tangan kanan Mello menari di atas notebook yang menyala sepanjang malam. Ratusan data muncul dengan cepat berganti dengan gambar-gambar yang bermunculan tanpa henti. Cahaya dari layar memberikan pantulan warna pada wajah Mello dalam ruangan yang remang-remang. Sementara tangannya memainkan pematik api.
Mello membuka tutup pematik, lalu menutupnya, membukanya, menutupnya- terus menerus memberikan ritme besi beradu yang merangkai melodi sendu. Sesekali Mello berhenti memainkannya, berhenti memandangi layar notebook dan menyegarkan pandangannya dengan menatap lekat pematik berwarna hitam dengan inisial M&M berwarna perak di permukaannya.
“Pasti pemberian dari pacar rahasianya!” tebak Matsuda super yakin. “taruhan, gadis itu pasti penyebabnya tidak memanfaatkan liburan ke vegas untuk 17 orang itu!” Matsuda mengeluarkan pundi kekayaannya dari saku celana dan meletakkannya ke atas meja. 5 dolar 13 sen. Ya, dia memang miskin.
Aizawa tersenyum sinis. “Kau baru masuk setahun, jadi kau mungkin tidak tahu. Mello tak pernah berminat pada perempuan” Aizawa mengambil kekayaan terakhir Matsuda dari meja. “Organisasi kita menguasai seluruh pelacuran, klub hostest dan distrik merah di seluruh Illinois bahkan kasino di vegas. Mello 3 tahun yang lalu pernah diserahi pelacuran di northside*. Gampang saja kalau dia mau meniduri satu atau dua perempuan. Tapi dia tidak pernah ti-”
“BRAKK!!”Mello menendang meja kerjanya. Aizawa dan Matsuda melompat dari kursinya terlempar dari gosip bodoh (karena dilakukan dihadapan bos) mereka.Nafas mereka terhenti sesaat.
Mello menutup notebooknya, bangkit dari kursi dan berjalan keluar ruangan. Tepat sebelum Aizawa dan Matsuda mengikutinya, Mello berbalik dan memberikan tatapan pembunuh. Seandainya tatapan bisa membunuh, maka Matsuda dan Aizawa sekarang pasti sudah tercabik-cabik jadi 1000 bagian.
“Kalian tahu apa akibatnya kalau membuntutiku?”
“Mati” jawab Aizawa dan Matsuda kompak dalam hati. Mereka beringsut ke kursi. Bagai anjing ketakutan, mereka melipat ekor dan mundur, meringkuk dalam kandangnya. Dua pengawal tak berguna itu hanya bisa menatap punggung Mello yang menjauh.
“Kalian tidurlah. Aku akan segera kembali” ucap Mello sebelum menghilang di balik pintu.
Sebenarnya Mello itu perhatian, kan?” batin Matsuda sambil tersenyum. Dia mengalihkan pandangannya pada Aizawa. Melanjutkan gossip (dan taruhan) yang terpotong. “Pasti ketemu pacar rahasianya! Kembalikan uangku~”
“Apa?!Uangmu takkan kukembalikan. Sudah kubilang dia tak tertarik dengan perempuan!”
Matsuda menyeringai, mendekatkan mulutnya ke telinga Aizawa dan mengatakan dengan suara berbisik “Bagaimana dengan pacar laki-laki?”
“ … ”
^_^ ;;
*-*
25 Desember 10.13
“Matt, Mathew!!”
Matt menoleh kearah wanita Jepang berambut hitam yang anggun dan ramah. Sachiko, ibunya. Dia berdiri di samping Matt sambil berkecak pinggang. Di mata Matt, wajah Sachiko terlihat seperti setan“Berhentilah main game dan kerjakan PRmu”Sachiko menyita game boy dari tangan Matt. “Kau sendiri yang berjanji akan mengerjakan semua PR jika diajak liburan natal di Villa ini sampai tahun baru”
“Mom!”Matt menggelembungkan pipinya. Dia melompat dari kursi dan berlari ke arah pria setengah baya yang sedang duduk santai di sofa depan perapian.
“Ada apa McPherson juniorku?”Souichiro, ayah Matt mengacak-acak rambut merah putra tunggalnya sayang.
“Dad! Mom mengambil gameku!”Rengek Matt pada Souichiro.
“Ini salahmu Sou-chan! Padahal bulan depan umurnya 9 tahun. Tapi manjanya bukan main…” Sachiko kembali ke pekerjaannya semula, membereskan pohon natal bersama Misa.”Kau terlalu memanjakannya” dia memegangi perutnya yang membesar. Sulit baginya untuk duduk ketika hamil.
Souichiro tersenyum “Bukannya kau yang paling memanjakan Matt?” Souichiro melirik ke sweater yang dikenakan Matt.Hadiah natal dari Sachiko untuk Matt minggu lalu.Sweater bergaris-garis horizontal dengan warna merah hitam, dan masih ada 4 sweater berwarna lain dgn motif sama. Karena sebulan sebelumnya Matt merengek ingin punya sweater rajutan tangan, Sachiko sampai tidak tidur 3 malam menjelang natal demi merajut (yang sama sekali belum pernah dilakukannya).
 “Mom, Misa saja yang membantu Matt mengerjakan PR” Misa memberikan senyum anak baik yang bersinar pada Sachiko. Lalu tanpa mempedulikan Matt yang berontak, menyeretnya masuk ke kamar di lantai dua.
“Heh! Dasar Little Brother sialan! Mentang mentang sekarang tahun baru dan dapat hadiah lebih banyak dariku jangan besar kepala ya!!” Misa menjitak kepala Matt begitu mereka sampai di kamar. “Kerjakan semua PR musim dingin yang kau tumpuk”
Kalau dimata Matt Sachiko adalah setan, maka Misa adalah gabungan antara zombie, shinigami dan sushi. Gabungan dari semua hal yang mengerikan dan ditakuti Matt. Apalagi Misa punya dua wajah, tipe manusia golongan darah AB.“Hadiah itu kan jadi banyak karena MIsa ikutan kasi juga, lagi pula PR kan bisa nanti…”Matt memberikan alasan.
“Cicil dari sekarang! Kau pikir kau jenius yang bisa mengerjakannya dalam semalam?” Misa mengutuk kata yang keluar dari mulutnya. Matt memang jenius. Ditatapnya mata besar Matt yang polos, bening dan berkaca-kaca. “Onegai~*” Matt mengeluarkan mantra pembuat luluh hati misa no 2.
 Jantung Misa berdebar keras dan di kepalanya berputar-putar kata *IMUTNYAAAAA*. “Baiklah-baiklah… aku akan meminta gameboymu dari Mom”Misa K.O.
“Thankyou sis” ini adalah mantra Membuat Hati Misa luluh no. 4. Sekejam apapun Misa dari luar, dia tetaplah seorang brother complex. Tak terlihat memang, tapi Matt tahu dan dia memanfaatkannya dengan baik.
Walaupun Misa gagal mendapatkan gameboy dari Sachiko (dan kemungkinannya 79 persen)Matt bisa kabur dari jendela sementara Misa keluar. Dia  sudah mengulurkan tali dadakan yang dia buat dari selimut tadi siang sebagai tangga darurat. Setelah itu dia akan menembus kegelapan malam menuju gudang dimana dia sudah menyimpan 4 gameboy cadangannya.
Matt takut (dan sayang) pada dua wanita penguasa di keluarganya, tapi bukan berarti dia tak punya senjata mengalahkannya.
Yah, begitulah cara kerja seorang genius.
Misa membuka pintu dan keluar. Mengakui kekalahannya secara tak langsung. Sebelum menutup pintu dia menoleh ke arah Matt “Oke, sekarang kau tinggal di kamar dan aku akan menemui Mom untu-“
“DOR!!”
Misa mundur selangkah. Entah apa yang dilihatnya di bawah sana sehingga wajahnya pucat seketika, dia menutup mulutnya yang ternganga dengan tangan gemetar.
“Misa? Ada apa? tadi itu suara tembakan kan?” Tanya Matt”ada apa dengan Mo-“ perkataan Matt terputus oleh suara tembakan mesin beruntun. Air mata perlahan membasahi pipi Misa,dia menangis tanpa suara.
Misa perlahan masuk ke dalam kamar dan segera menarik tangan Matt dengan panik. Matanya yang kabur oleh airmata berkeliling liar di dalam kamar lalu berlari masuk ke dalam lemari pakaian.
Terdengar derap langkah menaiki tangga. Diantaranya ada langkah terseok. lalu suara pintu kamar sebelah, kamar utama milik ayah dan ibunya, terbuka “Misa ada ap-“ Misa membungkam mulut Matt. Membekap wajah Matt dalam dadanya.
“Higu sialan!” maki pria dengan suara melengking. Suaranya terdengar jelas dari lemari yang menempel di dinding.“Kenapa dia bawa senapan mesin segala?! Dipikirnya kita mau perang?!”
“Kau sendiri tak pakai peredam suara. Jangan sok komentar” sambung suara lainnya.
Matt mendongak, berusaha melihat wajah kakaknya dalam kegelapan. “Misa?”
Terdengar suara pintu di dobrak. “Mana anak-anak polisi itu?!”
“Jangaaan!!!” Teriakan Sachiko membuat jantung Matt berhenti berdetak. “Jangan sentuh anak-anakku!!” disusul suara pukulan bertubi-tubi.
Terdengar suara tawa yang membawa kegelapan dimata Matt. Dia mengigil keras, giginya bergemerutuk.Untuk pertama kalinya dia paham, apa itu ketakutan yang sesungguhnya.
“Cari anak-anak itu dan bunuh mereka”
“KYAAAAAA!!!” suara teriakan nyaring memekakkan telinga “Mikami-kun emang yang paling kereeeennnn”
Mata Matt terbelalak. Keringat mengalir dari seluruh tubuhnya yang terbaring di atas tempat tidur. Nafas panjang terhembus. “Lagi-lagi mimpi itu” batin Matt sembari memegangi kepalanya “Cara bangun yang buruk”.
“Ada apa, Matt?”
Matt menoleh ke arah perempuan berwajah pucat mirip orang sekarat yang mengenakan sweater motif zebra, sweaternya. Matanya berkeliling dalam ruangan yang asing. Tempat yang saking bersihnya, bersinar hingga ke sudut. Cd dan buku tersusun rapi dalam rak yang sebelumnya tertimbun sampah. Semua cucian sudah bersih mengkilat, semua pakaian kotor sudah lenyap begitu pula dengan console game koleksi Matt di samping TV yang kini menampilkan berita pagi dari stasiun TV Jepang berikut pembawa acaranya, Mikami Teru. “Ah, ternyata kamarku.akhirnya ada peri rumah yang membereskan kamarku,batinnya memanjatkan syukur. Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia merasa ada sesuatu hal penting yang dia lupakan. Sangat penting.
“GAMEKU!” Matt melompat dari tempat tidur. Dia menunjuk ke arah perempuan yang mengenakan pakaiannya. “KAU APAKAN GAMEKU PERI RUMAH!?”
“BletaKK”kaleng jus tomat dengan isi penuh mendarat tepat di kening Matt. “Kau masih mabuk ya? Aku ini kakakmu bukan peri rumah, brengsek! Dan gamemu sudah kurapikan di dalam lemari. Mana mungkin aku membuang nyawa keduamu. Dasar adik durhaka” Misa kembali menatap ke layar televisi yang bisa menangkap chanel dari seluruh dunia. Tentu saja, buatan Matt.
“Kau kelihatan seperti mayat tanpa make up!” Matt meringis kesakitan lalu menarik cincin kaleng dan meneguk habis isinya. “Berhentilah mengurusiku. Kalau begini terus tak ada gunanya kau bilang mau tinggal terpisah denganku” Matt teringat lagi saat Misa menendangnya keluar dari rumah kontrakan mereka yang hangat setengah tahun lalu. Tapi berkat itu, di musim panas dia bisa dengan bebas menjalani kehidupannya sebagai KIRA.
Misa mengalihkan pandangannya dari berita pada Matt“Akan aku lakukan asal kau mendapatkan pacar manusia. Jatuh cinta pada seorang gadis, lalu menikah. Aww, itu terlalu manis untukmu! Setidaknya miliki teman yang bentuknya tiga dimensi dan bisa disentuh dan hidup” Misa menarik bantal ke pangkuannya. “Kalau kau sudah begitu, aku bisa meninggal dengan tenang” Misa mengakhiri perkataannya dengan membenamkan kepala ke bantal.
“Kau mengigau ya Misa?” Matt mencuci wajahnya di wastafel. “Umurmu baru 18 tahun hari ini dan bicara mati untuk memaksaku pacaran. Kau acting sekaratpun aku tak akan memenuhinya ”tanpa mengeringkan wajahnya dia mendekati Misa. “Kau sendiri perawan 18 tahun”
Misa melemparkan bantal pada Matt. “Itu kebanggaanku, sialan!” Misa kembali menatap layar kaca. “Hei, bagaimana kalau kau mencoba kencan dengan salah satu teman chat perempuanmu? Atau sesekali berinteraksilah dengan orang-orang Bla bla bla bla… ” dan seterusnya dan seterusnya ect. Omelan ala ibu pada anaknya yang membujang 49 tahun.
Matt mendengus. Pagi hari natal dan dia mendapatkan ceramah berjudul kakak perempuan brother complex yang sangat khawatir pada adiknya dan berharap sang adik cepat punya pacar. Saat serumah dulu ini adalah sarapan wajib yang membuatnya ingin menempelkan lakban ke mulut Misa. Tapi setelah pisah rumah, ternyata dia cukup merindukannya.
“Anggap saja hadiah ulang tahun untukku” tutup Misa akhirnya.
“Hadiah? Bercanda kan?” Matt berhenti membongkar-bongkar cabinet di samping tempat tidurnya dan mengeluarkan sekotak rokok. “Kau sendiri hanya memberikan pematik api tua milik Mom untuk ultah ke 15ku. Dan kau ingin aku menghancurkan hidupku untuk hadiah ulang tahunmu?!”
“Berhubungan dengan orang bukan menghancurkan hidup!” koreksi Misa. ”Ngomong-ngomong soal pematik, kau kemanakan pematik Mom yang kuhadiahkan padamu?”
Rokok yang terselip di bibir Matt terjatuh. Korek api dari batang pohon pinus ikut menyusul. Dalam waktu setengah detik, otak Matt memproses kemungkinan jawaban yang bisa di berikan pada Misa.
Pilihan 1: Jujur
Katakan pada Misa yang sejujurnya bahwa demi balas dendam, tanpa sengaja aku menghilangkannya.Yah, Misa tak akan marah padaku karena setelah itu dia akan pingsan, begitu sadar menangis 7hari7malam sambil berteriak“Adikku KIRA”. Setelah tangisannya berhenti, dia akan membunuhku lalu membawa mayatku ke kantor polisi. Definitely NO!
Pilihan 2: Bohong
“Misa, sebenarnya aku menjatuhkannya diluar-“ dan aku tidak akan pernah menyelesaikan perkataanku karena aku terlanjur di hajar sampai babak belur. Menyakitkan. NO!
Pilihan 3: Bohong (bagian ke2)
“Maaf Misa, sebenarnya tadi malam aku memberikannya pada orang yang kusukai. Aku panic karena tak punya hadiah untuknya jadi-” dan sebelum aku menyelesaikan perkataanku dia kan menjerit histeris bahagia, dan tidak akan pernah mendesakku untuk mencari pacar lagi. Dia bahagia, aku bebas. Selama waktu jeda aku bisa mencari pematik peninggalan Mom dan membayar perempuan yang tidak dikenal Misa untuk jadi pacarku. Hummm, kelihatannya tidak buruk… tapi,
“Matt… 15 tahun aku mengenalmu, jadi aku tahu” Misa membunyikan buku-buku jarinya. Sekejap dalam pandangan mata Matt, Misa mengenakan seragam karate plus sabuk hitamnya. “kalau kau diam tak bergerak karena memikirkan cara membohongiku- kau tahu apa akibatnya kan?”
Tapi, bukan hanya Chicago, Misa kenal semua perempuan yang bisa dibayar se Illinois!!
“Jadi…” Misa mencengkram kerah piyama Matt.
“PACAR!” Ucap Matt tanpa berpikir lagi, terbawa panic. “Aku memberikannya ke pacarku karena aku tidak punya kado natal untuknya. Kebetulan nama kami inisialnya sama-sama M” Matt mengalihkan pandangan dari kepalan tangan Misa dan memejamkan matanya. Dia tak berani melihat ekspresi Misa. Sial, kenapa dia diam. Apa aku ketahuan? Gawat, aku tidak yakin rumah sakit punya kamar kosong untuk 3 bulan.
“Benarkah?” Matt membuka satu matanya dan dapat melihat mata Misa berbinar-binar. Senyumnya terkembang bagai bunga yang merekah di bawah mentari pagi. “Siapa namanya? Apa dia cantik? Dari wilayah mana? Apa perkerjaannya? Atau dia masih sekolah?”
Matt beru saja bernafas lega atas antusiasme Misa ketika pertanyaan lanjutan mencekiknya. “Tunggu, kalau benar kau punya pacar kenapa kau tidak bilang dari awal? Bukannya tadi malam kau bilang kau tidak keluar kamar? Apa ada yang kau sembunyikan? Apa yang kau sukai itu kekasih mafia? Atau jangan-jangan…”
Jangan berfikir ke arah sana Misa, jangan berfikir soal kemungkinan itu!
“Jangan-jangan kau berbohong ya?!” Matt mengutuk harapannya yang tak terkabul. Dia nyaris terbakar tatapan mata api neraka milik Misa.Seseorang, selamatkan aku…
“Ting-tong!”Bel apartemen menyelamatkan Matt dari tangan Misa yang meliliti lehernya.
“Anu Misa, ada tamu (penyelamat) untukku” Matt berjalan cepat menuju pintu apatemennya.
Sayangnya kata penyelamat sama sekali tak tepat untuk mendeskripsikan orang yang ditemui oleh Matt begitu membuka pintu.
“Kau…” Matt terperangah melihat orang yang berdiri di hadapannya. Orang itu mengulurkan tangannya, menunjukkan pematik hitam dengan ukiran M&M berwarna perak.
“Hai… kurasa kau menjatuhkan ini semalam”

Continued…


a/n (lagi) : Mew punya kebiasaan masukin tokoh manga lain di ff untuk plesetan (padahal malas buat nama). dan beberapa misteri kecil, since my favorite genre is detective. Apa kalian bisa menemukan cartoon dan manga apa saja yang mew bajak karakternya di 2nd Kiss? Dan misteri untuk 2nd kiss adalah… bagaimana Misa bisa tahu Matt pergi keluar?
Disclaimer: All characters belong to the owner of death note. This story is Mew’s.


Read Kiss Me Kill Me First Encounter : 3rd Kiss

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis komentar kamu di sini